BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
stakeholder dalam
konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal,
seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan
organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui
dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat
tradisional maupun modern.
Pada dasarnya setiap
kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung
nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan
dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang
akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk stakehoulder ?
2. Apa definisi dari stereotype, predudice,
stigma social ?
3. Mengapa perusahaan harus bertanggung jawab ?
4. Bagaimana komunitas Indonesia dan etika
bisnis ?
5. Bagaimana dampak tanggung jawab social perusahaan
?
6. Bagaimana mekanisme pengawasan tingkah laku ?
1.3 Tujuan Pembuatan Paper
Penulisan ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui bentuk stakehoulder
2. Mengetahui definisi dari stereotype,
predudice, stigma social
3. Mengetahui mengapa perusahaan harus
bertanggung jawab
4. Mengetahui komunitas Indonesia dan etika
bisnis
5. Mengetahui dampak tanggung jawab social perusahaan
6. Mengetahui mekanisme pengawasan tingkah laku
1.4 Manfaat Pembuatan Paper
Manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah agar para pembaca khususnya para calon pebisnis memiliki dan
mengerti akan wawasan yang utuh mengenai bentuk stakehoulder, definisi dari
stereotype, predudice, stigma social, mengapa perusahaan harus bertanggung
jawab , komunitas Indonesia dan etika bisnis , dampak tanggung jawab social perusahaan,
mekanisme pengawasan tingkah laku sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
kegiatan bisnis yang real di masyarakat pada umumnya.
1.5 Metode Pembuatan Paper
Kami membuat makalah
ini dengan beberapa metode antara lain :
1. Kepustakaan yaitu mencari buku-buku yang
berkaitan dengan materi yang kami bahas.
2. Pencarian ilmu dan teori yang berkaitan
dengan materi yang kami bahas melalui Internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Bentuk Stakeholder
Berdasarkan kekuatan,
posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat
diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu:
a.
Stakeholder
Utama (Primer)
Stakeholder utama
merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan
suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu
utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh
masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di
identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan
tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Sedangkan
tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di
wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Di sisi
lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni lembaga/badan
publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu
keputusan.
b. Stakeholder Pendukung
(Sekunder)
Stakeholder pendukung
(sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara
langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki
kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan
berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang termasuk dalam
stakeholders pendukung (sekunder) :
·
Lembaga(Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
·
Lembaga
pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
·
Lembaga
swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai
dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk
organisasi massa yang terkait).
·
Perguruan
Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan
keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka
juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
c. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci
merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif
sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam
stakeholder kunci yaitu :
·
Pemerintah
Kabupaten
·
DPR
Kabupaten
·
Dinas
yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2.2 Stereotype, Predudice, Stigma Sosial
Perusahaan pada dasarnya adalah
suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki
oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota – anggota korporasi tersebut
yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan perbedaan
budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan,
maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau
dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas dengan komunitas lain dapat
terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan budaya
dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan
lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga diffusi (Pengaruh)
ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi bahwa
dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia itu
sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi budaya
terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat menjadikan
budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
Lintas budaya menjadi suatu
proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau,
dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi. Oleh karena itu
segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung
proses lintas budaya.
Perbedaan pola hidup akan menjadi
suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah intern pegawai
atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya pegawai yang
berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang malas–malas,
tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan
monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di
lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial akan
muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu yang
bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang
membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada
dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype,
prejudice, dan stigma social.
·
Stereotype
adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya dan biasanya anggapan ini berkaitan dengan
keburukan – keburukan kelompok lain.
·
Prejudice
merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya.
·
Stigma
adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap golongan lainnya untuk
ber hati – hati dan kalau bisa tidak
berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial muncul
karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan lainnya
dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut. Akibat dari
pengetahuan tentang sukubangsa lain dari
golongan sosial lain akan dipakai
sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan
suku bangsa lain.
2.3 Mengapa perusahaan harus
bertanggung jawab
Menurut saya, sebuah perusahaan harus memiliki
tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Mengapa demikian? Karena bila kita fikirkan
secara seksama, sebuah perusahaan tidak akan berdiri begitu saja tanpa adanya
subjek-subjek yang berperan langsung dalam usaha tersebut baik subjek dari segi
internal maupun eksternal perusahaan. Perusahaan ada karena permintaan konsumen
terhadap suatu produk. Perusahaan dapat berkembang karena adanya keikutsertaan
pemegang saham dan karyawan didalamnya. Bahkan sebuah perusahaan pun ada karena
adanya izin dari masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. Rasa
tanggung jawab akan menjadikan sebuah perusahaan akan berkembang dan kian maju.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap konsumen :
·
Memberikan
pelayanan yang baik terhadap para konsumen.
·
Kelayakan
terhadap barang/jasa yang didapat oleh konsumen.
·
Meberikan
bonus potongan teradap konsumen.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap karyawan :
·
Mensejahterakan
karyawan dengan cara memberikan gaji sesuai waktu kerja dan kinerjanya.
·
Memberikan
rewards dalam bentuk tunjangan gaji.
·
Memberikan
fasilitas kesehatan, seperti asuransi.
Bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang
saham :
·
Berusaha
jujur atas jalannya perusahaan, baik dari segi materil maupun non materil.
·
Harus
ada rasa tanggung jawab atas investasi yang diberikan oleh seorang investor.
Bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan:
·
Dalam
kasus sebuah pabrik, yaitu tidak membuang limbah pabrik secara sembarang karena
dapat mencemari lingkungan
·
Melakukan
rehabilitas lingkungan sekitar.
Organisasi bisnis memiliki empat
tanggung jawab yakni :
·
Tanggung
jawab ekonomi yakni memproduksi barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat.
·
Tanggung
jawab hukum yakni perusahaan diharapkan mentaati hukum yang ditentukan oleh
pemerintah
·
Tanggung
jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti keyakinan umum mengenai
bagaimana orang harus bertindak dalam suatu masyarakat.
·
Tanggung
jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang diasumsikan bersifat sukarela
2.4 Komunitas Indonesia dan Etika
Bisnis
Indonesia memerlukan suatu bentuk
etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini
dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas Indonesia,
komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola hidup
komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan
industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di
komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire
Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan
keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman
ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu
komunitas tersebut. Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi
komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka
di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan
dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok
sosial yang berbeda pola hidup.
Etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan
bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan antar
manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Dimensi etika dalam perusahaan
·
Etika
adalah pandangan, kayakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar
dan salah (griffin)
·
Etika
perusahaan adalah standar kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi
criteria etika.
Upaya perwujudan dan peningkatan
etika perusahaan
·
Pelatihan
etika
·
Advokasi
etika
·
Kode
etika
Keterlibatan public dalam etika
perusahaan. Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden
pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan
sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu
mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat
dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak
akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali
kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas
Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda
yang bermakna menyeluruh sebagai sebuah
kekuatan bangsa.
2.5
Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli
masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai
positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan
pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau
masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa
jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan
lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi
sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi
pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan
kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber
petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan
atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
Jadi perusahaan akan mempunyai
dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan
terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang
lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para
penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara
formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban
perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai
pemangku kepentingan. Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat
tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.
2.6
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam pengawasan
terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan
berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga
budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota
suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan
yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya
berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan
berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluasi tersebut
menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada
dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran
dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika
tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata
yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena
itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan
budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa
aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada
agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan
budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau
komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota
komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang
terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi
sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau
komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial
perusahaan dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pada dasarnya setiap kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai
positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan
pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau
masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa
jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan
lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi
sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA