BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang
baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai moral.
Etika
bisnis adalah bagian dari filsafat. Secara garis besar pengertian filsafat,
etika dan etika bisnis berhubungan erat satu sama lain. Filsafat dalam arti
luas adalah suatu usaha sistematis untuk
memahami pengalaman manusia secara pribadi dan kolektif/kelompok.
Berbeda dengan teologi maka filsafat menggunakan rasio untuk menafsirkan
pengalaman manusia dan bukan mengandalkannya pada wahyu Ilahi.
Dalam
masyarakat, manusia mengadakan hubungan-hubungan antara lain hubungan agama, keluarga,
perdagangan, politik dan sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan
coraknya berbagai ragam. Hubungan antara manusia ini sangat peka, sebab sering
dipengaruhi oleh emosi yang tidak rasional. Manusia selalu berusaha agar
tercapai kerukunan dan kebahagiaan di dalam suatu masyarakat. Timbullah
peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang kita sebut etik, etika,
norma, kaidah, tolak ukur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud Immoral Manajemen ?
2. Apa
yang di maksud Amoral Manjemen ?
3. Apa
yang di maksud Moral Manjemen?
4. Bagaimana
agama, filosofi, budaya dan hukum ?
5. Apa
yang di maksud Leadership?
6. Bagaimana
strategi dan performasi ?
7. Bagaimana
karakter individu ?
8. Bagaimana
budaya organisasi ?
1.3 Tujuan Pembuatan Paper
Penulisan ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui
yang dimaksud Immoral Manajemen
2. Mengetahui
yang di maksud Amoral Manjemen
3. Mengetahui
yang di maksud Moral Manajemen
4. Mengetahui
agama, filosofi, budaya dan hukum
5. Mengetahui
yang di maksud Leadership
6. Mengetahui
strategi dan performasi
7. Mengetahui
karakter individu
8. Mengetahui
budaya organisasi
1.4 Manfaat Pembuatan Paper
Manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah agar para pembaca khususnya para calon pebisnis memiliki dan
mengerti akan wawasan yang utuh mengenai Immoral Manajemen, Amoral Manjemen,
Moral Manajemen, agama, filosofi, budaya dan hukum, Leadership, strategi dan
performasi , karakter individu, budaya
organisasi sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bisnis yang real di
masyarakat pada umumnya.
1.5 Metode Pembuatan Paper
Kami membuat makalah
ini dengan beberapa metode antara lain :
1. Kepustakaan
yaitu mencari buku-buku yang berkaitan dengan materi yang kami bahas.
2. Pencarian
ilmu dan teori yang berkaitan dengan materi yang kami bahas melalui Internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Immoral Manajemen
Manajer Immoral didorong oleh
Sumber : Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The
New Ventura Formation 1996 hal. 21, alasan kepentingan dirinya sendiri demi keuntungan
sendiri atau perusahaannya. Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral adalah
kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan
personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen
etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah
fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau
perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan
pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen juga
merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.
2.2
Amoral Manajemen
Tujuan utama dari manajemen
amoral adalah juga profit, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen
immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan
sengaja melanggar hukum atau norma etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah
bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan
etika dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah
penggunaan test lie detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua dalam aplikasi
etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan
immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan
tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Tipe ini adalah para manajer yang dianggap
kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung
atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu,
mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya
sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya
niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis
mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
Widyahartono (1996:74)
mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika
adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai
berikut :
Bisnis adalah suatu
bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi.
Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari
aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial
(sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di
tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala
cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara
legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law
enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan
bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka)
dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut
mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi
“agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan
mematikan usaha mencapai laba.
2.3
Moral Manajemen
Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih
keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika.
Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk
beretika dalam perilaku. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip
etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini
menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang
dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku.
2.4
Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
Dalam sumber – sumber nilai etika yang menjadi
acuan dalam melaksanakan etika dalam bisnis adalah :
Agama
Bermula dari buku Max Weber The
Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (19045) menjadi tegak awal keyakinan
orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara
penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.
Etika sebagai ajaran
baik-buruk, salah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan
tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah
sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil
(Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula
etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat
dalam Al-Qur’an.
Prinsip-prinsip nilai-nilai
dasar etika yang ada dalam ketiga agama Nabi Ibrahim ini yaitu :
~ Keadilan : Kejujuran mempergunakan kekuatan
untuk menjaga kebenaran.
Saling menghormati : Cinta dan perhatian
terhadap orang lain
~ Pelayanan : Manusia hanya pelayan, pengawa,
sumber-sumber alam
~ Kejujuran : Kejujuran dan sikap dapat
dipercaya dalam semua hubungan manusia, dan integritas yang kuat.
Etika bisnis menurut ajaran
Islam digali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika
bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity),
Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab
(Responsibility). Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya,
kejujuran dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan
berkembangan semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan
yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi
dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh
muda yang masing tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah,
sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi
disbanding rekan-rekannya yang muda.
Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai
etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah
ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran
yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih
dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi
klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini.
Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun
Di Negara barat, ajaran
filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abd ke 7
diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa manusia ada untu
suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam
mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai
seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan
kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa
kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi
seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah dirimu” dia yang
memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.
Budaya
Setiap transisi budaya antara
satu generasi ke generasi berikutnya mewujudkan nilai-nilai, aturan baru serta
standar-standar yang kemudian akan diterima dalam komunitas tersebut,
selanjutnya akan terwujud dalam perilaku. Artinya orang akan mencoba mendekatkan
dirinya atau beradaptasi dengan perkembangan nilai-nilai yang ada dalam
komunitas tersebut, dimana nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir
karna adanya budaya pengetahuan manusia dalam upayanya untuk
menginterpentasikan lingkungannya sehingga bisa hidup.
Hukum
Hukum adalah perangkat aturan –
aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi – ekspektasi etika
yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong pada
perbaikan masalah – masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam
komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hokum dapat
mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang
mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam
komunitas.
Pada umumnya para pebisnis akan
lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam
melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang suatu perangkat yang memiliki
bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika
yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak, seperti
mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, tetapi ini akan sangat
berbahaya bagi kelangsungan bisnis itu sendiri. Boatright (2003) menyebutkan
ada beberapa alasan yang bias menjelaskan hal ini yaitu :
* Hukum tidaklah cukup untuk
mengatur semua aspek aktivitas dalam bisnis, sebab tidak semua yang tak
bermoral adalah tidak legal. Beberapa etika dalam bisnis konsen pada hubungan
interpersonal kerja dan hubungan dengan para pesaing, yang sangat sulit diatur
melalui undang-undang. Contohnya adalah kasus persaingan para industri mie
instan seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya.
* Karena hukum selalu dibuat
setelah pelanggaran terjadi, sehinga kita bias menyebut bahwa hukum selalun
lambat dikembangkan dibandingkan segala masalah-masalah etika yang timbul. Sisi
lainnya adalah biasanya untuk membuat suatu undang-undang atau aturan hukum
akan membutuhkan waktu panjang juga. Undang-undang tidak bisa dibuat begitu
saja ketika ada pelanggaran yang terjadi, tetapi akan melalui banyak tahap
apalagi harus melalui proses juridis, dan terkadang banyak
pertimbangan-pertimbangan ketika pembuatan undang-undang tersebut. Akhirnya
banyak nilai-nilai yang ingin ditegakkan dalam pembuatan undang-undang tersebut
bisa melenceng dari tujuan utamanya. Sebagai contoh adalah undang-undang
tentang hak cipta terjadi diindonesia. Sudah berpuluh tahun lamanya pelanggaran
hak cipta terjadi diindonesia, tetapi undang-undangnya baru berbentuk pada
tahun 2002 kemarin. Begitu juga dengan kasus ponografi terjadi diindonesia,
hingga saat ini pun belum juga ditemui kesepakatan bagaimana bentuk
undang-undang ponografi itu sebenarnya diindonesia.
* Terkadang hukum atau
undang-undang itu sendiri selalu menerapkan konsep-konsep moral yang tidak
mudah untuk didefinisikan sehingga menjadi sangat sulit pada suatu ketika untuk
memahami undang-undang tanpa mempertimbangkan masalah-masalah moral.
* Hukum sering tidak pasti.
Walaupun suatu kejadian atau aktivitas dianggap legal, serta
hukum/undang-undang haruslah diputuskan melalui pengadilan, dan dalam membuat
keputusan, pengadilan selalu mengacu pada pertimbangan-pertimbangan moral.
Banyak orang juga berfikir bahwa selama tindakannya tidak melanggar hukum
adalah suatu yang benar walaupun apa yang dilakukannya bisa dianggap tiadak
bermoral.
* Hukum kadang tidak bisa
diandalkan, apalagi jika bisnis itu berada pada suatu wilayah atau dari daerah
yang tingkat penegakan hukumnya sangat rendah. Contohnya, pada masa orde baru,
pembentukan peraturan dan undang-undang cenderung bergantung pada penguasa,
sehingga undang-undang atau aturan saat itu cenderung untuk menguntungkan
pihak-pihak tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat denagn pemerintah
pada saat itu orang-orang yang menjadi kroni-kroni penguasa bisa menjadi orang
yang kebal hukum dan tidak bisa dijerat dan dijatuhi hukuman.
2.5
Leadership
Satu hal penting dalam
penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership.
Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh
seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin
haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya,
dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang
pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam
bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan
batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role
model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk
terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
2.6
Strategi dan Perfomasi
Fungsi
yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan
perusahaanterutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya
berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan
besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan
standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut
excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna
mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
2.7
Karakter Individu
Perjalanan
hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam
menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu
ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja
atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan
kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk
perilaku.
Faktor-faktor
tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah
pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari
keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang
kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan
orang tuanya yang kedua, perilaku ini
akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan
ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat
kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang
yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah
pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap
dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya,
misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan
oleh perusahaan.
Faktor
yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa
kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas
seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara
atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait
dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut
yang terwuju dari tingkah lakunya.
2.8
Budaya Organisasi
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi. Asal muasal nudaya organisasi bersumber dari pendirinya karena
pendiri dari organisasi tersebut memiliki pengaruh besar akan budaya awal
organsiasi baik dalam hal kebiasaan atau ideologi. Contohnya misi yang dapat ia
paksakan pada seluruh anggota organisasi. Dimana hal ini dilakukan dengan
pertama merekrut dan mempertahankan anggota yang sepaham. Kedua, melakukan
indokrinasi dan mensosialisasikan cara pikir
dan berperilaku kepada karyawan. Lalu yang terakhir adalah pendiri
bertindak sebagai model peran yang mendorong anggota untuk mengidentifikasi
diri, dan jika organisasi mengalami kemajuan maka organisasi akan mencapai
kesuksesan, visi, dan pendiri akan dilihat sebagai faktor penentu utama
keberhasilan.
Fungsi Budaya
Organisasi
a.
Perasaan
Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi
b.
Alat
pengorganisasian anggota
c.
Menguatkan
nila-nilai dalam organisasi
d.
Mekanisme
kontrol perilaku
e.
Mendorong
dan meningkatkan kinerja ekonomi baik dalam jangka pendek dan panjang.
f.
Penentu
arah organisasi mana yang boleh dan yang tidak boleh.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam masyarakat,
manusia mengadakan hubungan-hubungan
antara lain hubungan agama, keluarga, perdagangan, politik dan
sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan coraknya berbagai ragam. Hubungan
antara manusia ini sangat peka, sebab sering dipengaruhi oleh emosi yang tidak
rasional. Manusia selalu berusaha agar tercapai kerukunan dan kebahagiaan di
dalam suatu masyarakat. Timbullah peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
yang kita sebut etik, etika, norma, kaidah, tolak ukur.
Kebanyakan orang
tidak senantiasa sadar akan fungsi etika. Salah satu sebabnya, etika menjadi
bagian yang integral dari pribadi seseorang sehingga tidak lagi dipersoalkan
oleh yang bersangkutan. Artinya seseorang jarang sekali memikirkan etika yang
dimilikinya, kecuali bila ia merasa bahwa dalam hubungannya dengan orang lain
etika tersebut mendapat tantangan. Pada saat tertentu kita pasti berhadapan dan
berinteraksi dengan orang yang memiliki etika yang berbeda.
Sasaran etika adalah
moralitas (etika merupakan filsafat tentang moral). Moralitas adalah istilah
yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik
dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan kegiatan itu dan
nilai-nilai yang tersimbul di dalamnya yang dipelihara atau dijadikan sasaran
oleh kegiatan praktek tersebut.
Pembahasan dibawah
ini kita akan mempelajari sumber ilmu dari etika bisnis itu sendiri. Dimulai
dari model, sumber dan faktor yang mempengaruhi etika bisnis itu sendiri. Dasar
ilmu pengetahuan mengenai etika bisnis tidak datang begitu saja, akan tetapi
telah dikaji sebelumnya oleh para ahli dan kemudian dirumuskan dasar dari ilmu
itu sendiri. Dalam model etika bisnis akan dipelajari tingkatan tingkatan dari
suatu manajemen atau para manajer. Kita akan mengetahui ciri – ciri dari
tingkatan manajemen tersebut dimulai dari immoral, amoral dan moral manajemen.
Dari ketiga tingkatan itu dapat dijelaskan tingkatan mana yang memiliki sikap
etis terhadap bisnis yang dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar